Sambutan diawali oleh penyelenggara acara Ketua Majelis Alumni IPNU KAL-BAR Suhut Usnata, menggaris bawahi Penting nya kuliah umum yg dilaksanakan ini berbasis dialog publik mengangkat tema di atas, memiliki peran penting dalam mensosialisasikan wawasan tersebut untuk mencapai keharmonisan bersama dan keutuhan NKRI. Sehingga ini termasuk kuliah umum yang jarang sekali diadakan, karena mengingat yang hadir menjadi narasumber adalah orang-orang penting dan vital dalam isu moderasi beragama dan menangkal radikalisme dan terorisme.
Dialog publik dimulai dengn moderator Dr. Usman., M.Pd.I memberikan pengantar bahayanya radikalisme dan terorisme yang banyak sudah terjadi di Indonesia. Sehingga secara dini kita harus memberikan wawasan ataupun isu terkait tema diatas melalui narasumber yang relevan sehingga akan memberikan gambaran utuh serta pengetahuan yang bisa menjadikan mahasiswa dan orang yang beragama lebih menghargai antar umat beragama, suku dan bangsa.
Narasumber pertama disampaikan oleh Brigjen Pol. Rudi Trianggono, S.ST, M.K menyampaikan tentang trending topic dunia yg dirasakan di indonesia dengan adanya virus covid 19 yang hampir -+ 6juta penduduk yang hilang diakibatkan oleh virus tersebut. Berkembanglah isu tentang perang biologis yang saat ini belum diketahui siapa yang memulai dan siapa yang akan mengakhiri. Belum selesai covid 19 masuk lagi virus OMICRON. Adapun transnasional yang terjadi di wilayah kalbar adalah masalah narkoba, munculnya kelompok kelompok kesukuan. Yang seharusnya utk kepentingan adat dan budaya. Namun yang terjadi kelompok kesukuan ini menjadi praktek premanisme dan saling menyalahkan satu sama lain, Nah tentu harus saling menghargai menjadi hal yang lebih utama. Intoleransi beragama juga menjadi isu nasionalisme. Yang akan menggangu keutuhan NKRI. Radikalisme yang mengancam kebhinekaan. Tantangan dalam belajar untuk mahasiswa, harus bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu. Mengkedepankan akhlakul karimah terhadap siapapun dan yang terutama adalah menghormati guru dalam kenteks2 yang diajarkan oleh Syariat Islam. Di samping itu pula utk mencegah terjadinya radikalisme dan terorisme yang mengancam bhineka tunggal ika maka mahasiswa harus bisa Mendalami ilmu agama dgn benar, berdasarkan kearifan lokal dan bersarkan budaya sosial di masyarakat, serta memperdalam wawasan kebangsaan demi terwujudnya cinta tanah air.
Wawasan yang telah disampaikan di atas dipertegas kembali oleh anggota DPD RI DAPIL KAL-BAR Drs. H. Sukiryanto Menyampaikan tentang pentingnya dalam moderasi beragama. Moderasi yang memiliki arti proses menghindari segala bentuk kesalahpahaman dan kekerasan. Yang artinya kita harus saling menghargai antar agama, antar suku dan antar budaya.
Sampai pada penghujung acara rektor IAIN Pontianak menutup dengan materi wawasan yang sangat detil tentang moderasi beragama. Karena Kepahaman dalam beragama adalah hal penting yang harus dimiliki oleh siapapun. Karena seluruh agama pada dasarnya adalah kedamaian. Dan tidak ada satupun agama yang mengharapkan kebencian dan kerusakan. Bahkan yang disebutkan diatas adanya terorisme adalam hal yang sangat dibenci dalam agama. Sikap radikal, fundamental, fanatik dan konservatif, harus dikendalikan oleh sikap moderasi beragama yang berarti Moderat itu tidak melampaui batas atau ekstrim. seperti contoh sikap radikalisme yang ekstrim adalah bertindak utk ingkar pancasila dan UUD, bertindak utk ingkar terhadap NKRI. Bom bunuh diri yang mengatasnamakan agama adalah salah satu juga bentuk contoh dari sikap radikalisme dan terorisme. Namun ini tidak dibenarkan di dalam agama manapun. Khususnya Agama ISlam sebagaimana Q.S. Almaidah ayat 32. Kita sebagaimana manusia adalah dilarang untuk menghakimi dan membunuh nyawa seseorang, menghargai nyawa seseorang dan menghagai antar agama dan suku adalah hal utama yang diajarkan dalam konsep moderasi beragama. Walakhir, apa yang kita lakukan adalah berdasarkan ilmu dan pengetahuan yang didapatkan dari sumber yang jelas dan terutama berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadist. Moderasi adalah utk kedamaian, menghargai agama, budaya suku orang lain. Untuk menciptakan amal saleh (kedamaian). (Editor, Nanang Fajar Mukhsoni)